Proyek Jembatan Gamongan BKKD 2025 Disorot, Material Diduga Oplosan, Transparansi Dipertanyakan

BOJONEGORO – Proyek pelebaran jembatan di Desa Gamongan, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, yang dibiayai dari Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) Tahun 2025, kini menuai sorotan. Pantauan awak media di lapangan menemukan dugaan penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi teknis, sekaligus minimnya keterbukaan informasi publik terkait proyek tersebut.

Di lokasi pekerjaan, material semen yang digunakan tampak menggunakan merek Semenku, bukan semen standar konstruksi, sementara pasir yang dipakai merupakan campuran pasir darat dan pasir bengawan. Dugaan ‘oplosan material’ ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kualitas konstruksi jembatan yang sedang dikerjakan.

Saat dikonfirmasi, seorang pekerja yang mengaku sebagai kepala tukang bernama Agus lebih banyak bungkam. Ia menyebut tidak mengetahui asal-usul material, bahkan tidak tahu siapa kontraktor atau pemasok material. “Saya tidak tahu, saya hanya kerja,” katanya singkat.

Lebih lanjut, proyek jembatan tersebut juga tidak memasang papan informasi proyek di lokasi. Padahal, papan informasi merupakan kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam Permen PUPR No. 8 Tahun 2023 Pasal 11 ayat (4), yang mewajibkan penyedia jasa mencantumkan nama pekerjaan, nomor kontrak, nilai kontrak, sumber dana, serta jangka waktu pelaksanaan.

Ketika ditemui di kediamannya pada Rabu (17/09/2025), Kepala Desa Gamongan, H. Kurlan, membenarkan adanya penggunaan material yang sempat tidak sesuai spesifikasi. Menurutnya, hal itu terjadi karena faktor keterlambatan pengiriman material.

“Saya telah menyerahkan pekerjaan jembatan itu kepada Kades (K) dan Kades (T), dan terkait matrial pasir kualitas rendah tersebut ketika itu memang karena material telat, sehingga terpaksa menggunakan material tersebut,” ujarnya.

Meski demikian, alasan keterlambatan bukanlah justifikasi sah untuk menggunakan material di luar spesifikasi teknis. Pasalnya, proyek yang menggunakan dana BKKD tetap harus sesuai dengan ketentuan kontrak dan standar mutu konstruksi.

Minimnya transparansi semakin memperkuat dugaan lemahnya pengawasan. Padahal, Pasal 9 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan badan publik mengumumkan informasi pembangunan secara berkala. Selain itu, jika terbukti ada pengurangan spesifikasi yang berpotensi merugikan keuangan negara, pelaksana dapat dijerat UU Tipikor Pasal 7 ayat (1) dengan ancaman pidana hingga 20 tahun penjara.

Masyarakat berharap Dinas PMD, Dinas Pekerjaan Umum, dan Inspektorat Bojonegoro segera melakukan audit lapangan. Jika terbukti ada pelanggaran, pelaksana proyek harus dikenakan sanksi tegas, baik administratif berupa pemutusan kontrak dan black list, maupun proses hukum bila ditemukan indikasi tindak pidana korupsi.

“Ini proyek dari BKKD 2025, uang negara yang bersumber dari pajak rakyat. Jangan sampai ada permainan material. Masyarakat berhak mendapat pembangunan yang berkualitas dan transparan,” tegas seorang warga.

Dengan kondisi ini, publik kini menunggu langkah nyata pemerintah daerah. Apakah akan ada tindakan tegas atas dugaan ‘nakalnya’ pelaksanaan proyek, atau justru membiarkan persoalan ini mengendap tanpa kejelasan.

Awak media juga telah berusaha mengonfirmasi kepada akun whatsapp-nya Bupati, namun hingga berita ini diterbitkan masih belum dibaca. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *