BOJONEGORO,Jawakini.com – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Sambongrejo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro, yang dimulai sejak tahun 2019, kini memasuki babak baru yang kian panas dan tidak masuk akal. Bukan hanya 70 bidang, ternyata ratusan sertifikat tanah warga terancam statusnya akibat carut-marut data yang diduga kuat berpusat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bojonegoro.
Setelah santer diberitakan media, Panitia Kelompok Masyarakat (Pokmas) PTSL Desa Sambongrejo akhirnya angkat bicara, namun pengakuan mereka justru membuka tabir permasalahan yang jauh lebih besar dari dugaan awal.
Sekretaris Desa (Sekdes) Sambongrejo, Yarov, yang juga anggota Panitia Pokmas, mengungkapkan bahwa dari total 2.200 bidang PTSL di tahun 2019, masalah sertifikat tidak hanya menimpa 70 bidang, melainkan ada sekitar 400 bidang yang bermasalah.
“Sebenarnya tidak hanya 70 bidang yang bermasalah ada sekitar kurang lebih 400 bidang, baik itu keliru nama pemohon, letak bidang, Tanggal lahir dll…”kata Yarov, Sekdes Sambongrejo.
Tudingan Serius: Data Krusial Warga Raib di BPN?
Pernyataan Sekdes Yarov memunculkan pertanyaan kritis: Jika kekeliruan data mencapai angka fantastis (sekitar 400 bidang), siapa yang lalai dalam proses verifikasi dan pencetakan sertifikat?
Namun, titik paling tajam dari persoalan ini adalah “menghilangnya” dokumen dasar yang seharusnya menjadi pegangan BPN. Panitia Desa mempertanyakan ke mana raibnya data awal yang telah mereka serahkan dan diverifikasi.
“Kalau BPN menyuruh menunjukkan lokasi bidang yang belum jadi, terus data yang sudah Kami buat dan di lakukan verifikasi oleh BPN raib kemana? Padahal itu salah satu dokumen penting terkait hak kepemilikan warga terkait tanahnya.” Ujar Yarov, mempertanyakan hilangnya data.(10/11/2025).
Ini adalah tudingan serius terhadap Kantor BPN Bojonegoro, yang diduga tidak mampu menjaga integritas dokumen penting hak kepemilikan tanah warga. Kegagalan menjaga dokumen ini berpotensi menyebabkan kerugian besar dan ketidakpastian hukum bagi ratusan warga yang telah menanti sertifikatnya hampir enam tahun.
Biaya PTSL: Klarifikasi Panitia versus Isu Lapangan
Terkait isu biaya yang sempat mencuat hingga Rp500.000/bidang, Panitia Pokmas dengan tegas membantah. Mereka mengklaim kesepakatan musyawarah bersama pemohon hanya mematok biaya Rp300.000 per bidang, yang dibayarkan dua kali. Namun, klaim ini tetap kontras dengan isu yang beredar, menuntut transparansi total dalam penggunaan dana tersebut, terutama mengingat hasil akhir yang mengecewakan dan molor hingga enam tahun.
Pertemuan Penentuan Nasib Ratusan Bidang
Besok, 11 November 2025, Panitia Pokmas Desa Sambongrejo dijadwalkan menghadiri undangan dari Kasubbag BPN, Chairul Anwar, di kantor BPN. Pertemuan ini disebut sebagai upaya penyelesaian masalah. Panitia berencana membawa salah satu pemohon, Mas Yusuf, sebagai saksi hidup kesalahan input data yang juga menjadi korban sertifikat tak kunjung terbit.
Masyarakat Sambongrejo kini hanya bisa berharap, pertemuan besok menjadi akhir dari drama enam tahun yang penuh kesimpangsiuran, alih-alih hanya menjadi ajang saling lempar tanggung jawab antara Panitia Desa dan BPN. Program PTSL yang seharusnya memberikan kepastian hukum, kini justru menciptakan kekisruhan dan kecurigaan atas kinerja lembaga negara.(BG)












