BOJONEGORO,Jawakini.com – Kontroversi terkait insiden penjebolan pagar di Desa Prigi, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, kini meluas hingga ke platform media sosial TikTok, memicu perdebatan sengit dan polarisasi pandangan di kalangan warganet. Namun, pusaran polemik ini telah disusupi oleh narasi yang diduga merusak, yang diarahkan kepada profesi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan jurnalis.
Ketegangan mencapai puncaknya setelah munculnya serangkaian tuduhan tak berdasar yang menyebut LSM dan wartawan yang meliput kasus tersebut sebagai pihak yang “abal-abal.”
Salah satu komentar yang paling menyorot perhatian datang dari akun pengguna berinisial “JO,” yang secara terang-terangan melontarkan kritik keras dan bernada merendahkan. Dalam komentarnya, akun “JO” menulis:
“Pancen LSM atau Wartawan Abal-abal tugase kur goleki kesalahane wong, anggep ae wong busuk aja LSM iku.”
Kalimat tersebut, yang secara kasar dapat diartikan sebagai tuduhan bahwa tugas LSM atau wartawan abal-abal hanya mencari kesalahan orang lain dan menganggap mereka sebagai “orang busuk,” sontak menuai kecaman.
Ironisnya, dugaan kuat mengarah pada fakta bahwa akun “JO” tersebut merupakan milik seorang guru yang bertugas di SD 2 Banaran, Kecamatan Babat, Lamongan.
Keterlibatan seorang pendidik—yang seharusnya menjadi teladan dalam menjunjung tinggi etika dan tutur kata di ruang publik—dalam melontarkan ujaran yang begitu tidak pantas ini dianggap sangat menyedihkan. Sikap tersebut dikhawatirkan dapat mencederai marwah profesi guru dan menjadi preseden buruk bagi etika komunikasi digital.
Komentar tendensius yang diunggah oleh akun “JO” ini secara tidak langsung telah menebar bibit persepsi negatif, yang berisiko merusak citra dan reputasi kolektif profesi jurnalis dan aktivis LSM. Upaya keras yang selama ini telah dibangun oleh para wartawan dan aktivis dalam menegakkan fungsi kontrol sosial dan transparansi informasi kini terancam ambruk hanya karena ulah segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab dalam berekspresi di media sosial.
Di tengah riuhnya tudingan tersebut, terdapat suara yang berlawanan dan mencoba menarik diskusi kembali pada ranah penegakan hukum. Akun “Jayadi Kangewijaya” menegaskan pentingnya ketaatan pada prosedur hukum yang berlaku, dengan komentarnya:
“Lha nginiki sing garai Indonesia rusak, wong perusakan kok dibiarkan.”
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa inti dari masalah adalah dugaan perusakan yang harus diproses sesuai aturan, alih-alih berfokus pada perdebatan yang mengalihkan fokus dari substansi permasalahan.
Publik kini menantikan bagaimana pihak terkait, khususnya instansi pendidikan di Lamongan, akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran etika yang dilakukan oleh oknum guru tersebut. Bagaimanapun, seorang pendidik dituntut untuk menjaga integritasnya, baik di lingkungan sekolah maupun di ruang digital.(Red)












